NEWS
Basri Sitohang Sang Legendaris Gulat, Dari Pengembala Lembu Jadi Atlet Hingga Wasit Internasional
Selasa, 17 September 2024 | 21:34 WIB
PON XXI - MEDAN - Berada di antara arena pertandingan Cabang Olahraga (Cabor) Gulat Di GOR Binjai Sumatera Utara, membawa memori lama Basri Sitohang, pegulat di era 1979 kembali ke momen saat dia masih menjadi atlet dan wasit pertandingan Sea Games di luar negeri.
Menyaksikan pertandingan, dia mengaku, adrenalinnya terpacu dan ingin merasakan kembali bertarung di atas matras.
Saat itu, Basri mengaku masih duduk di bangku Sekolah Guru Olahraga (SGO) atau setara Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dia pernah memperoleh Medali Emas di tingkat penyelenggara Provinsi Sumatera Utara dan Perak di level Nasional.
Dia bercerita, pertandingan pertamanya adalah di Jawa Barat setelah enam bulan mengikuti latihan.
Basri mengaku sebelum mengenal gulat, kesehariannya biasa dihabiskan menjadi penggembala Lembu di kampungnya Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara.
Sebagai anak remaja, dia bersama temannya sering beradu fisik di atas padang rumput hijau.
Berawal dari kebiasaannya beradu fisik itulah, Basri diberi saran teman-temannya untuk mendaftar latihan Gulat.
Dia pun menyetujuinya dan masuk SGO Yayasan Pendidikan (Yaspen) Utama di Binjai karena sekolah itu menyediakan berbagai fasilitas alat hingga cabor lainnya yakni karate hingga tinju.
Medali pertamanya didapat pada 1980 level Kejuaraan Nasional (Kejurnas) di Kota Bandung.
Dia membawa pulang Perak (juara dua) karena tersisih saat di final.
Hal yang sama kembali terulang di tahun 83 saat bertarung di Provinsi Sumatera Barat.
"Level Sumut selalu juara satu, di tingkat nasional selalu final dan dapat Perak,” katanya.
Terjun ke dunia Gulat, Basri awalnya tidak mendapat restu dari orangtuanya dengan alasan takut mengalami cidera.
Sampai pada suatu waktu Basri tampil di saluran Televisi Republik Indonesia (TVRI), saat sampai di rumah, ibunya merangkul penuh hari dan menyatakan dukungan.
//Wasit Internasional//
Karier Basri menjadi atlet tidak lama karena di tahun ke tujuh dia sudah menjadi wasit.
Bahkan Basri mendapat penghargaan di 2002 saat kegiatan Pra PON di Sumut.
“Semua pelatih menilai dan kita terbaik dan mendapat sertifikat,” katanya.
Basri pun kerap dipercaya menjadi wasit di beragam kegiatan.
Untuk level PON misalnya tercatat ada sebanyak delapan kali.
Langkah kakinya semakin lebar hingga membawanya ke wasit tingkat internasional.
Dia misalnya, pernah menjadi wasit setingkat Sea Games di Vietnam 2020 dan Kamboja 2023.
Juga setingkat kejuaraan ASEAN, di Filipina dan Thailand.
Basri menyebutkan, sebagai wasit, dituntut menjaga netralitas.
"Jangan ada pergulatan pro dan kontra di dalam batinnya. Jika itu bisa ditanamkan di diri masing-masing maka akan jadi yang terbaik," katanya.
Wasit ujar dia, pengadil, tidak bisa berpihak, harus netral.
Basri yang saat ini menjadi Ketua Panitia Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2024, menjadi momen bernostalgia saat menjadi pegulat.
Dia merasa darahnya berdesir dan adrenalin terpacu melihat setiap atlet bertarung di atas matras.
“Saat ini melihat orang bermain saya seperti bernostalgia.Ingat masa 79 ketika dulu saat pertama-tama jadi atlet, siapa orangnya (lawannya) akan gemetar, sama saya, tapi alhasil terbiasa, apalagi sudah juara, segalanya miliknya,” ujarnya.
Basri kini menginjak umur 64 tahun, kalau ada kesempatan pertandingan level senior, dia ingin menguji kemampuannya kembali di atas matras untuk bertarung dengan lawan.
“Kalau ada tanding ayo mau, Cuma ga ada. Saya ga ada takutnya,” katanya.
//Sportivitas dan Etika Poin Penting//
Basri memberi tips untuk mendapat skor tinggi saat bertarung di atas matras, yakni penting menjaga etika.
Jangan pernah semena-mena memaki dan bertindak kasar ke wasit.
“Poin utama ketika menilai atlet, yakni sportifitas,Ada motto gulat, kesatria di atas maupun di dalam matras itu poin tinggi,” ujarnya.
Faktor lainnya, kata dia, adalah menjaga kondisi fisik dan menguasai teknik.
Lihai membaca momen saat akan memakai strategi ke lawan.
Di gulat ada empat tipe penilaian, yakni nilai satu, dua, empat dan lima.
Nilai lima adalah lima yakni bisa membanting lawan saat posisi berdiri.
"Nilai 1 keluar dari garis, nilai dua bahu kena di matras, ke empat itu apabila melayang dibanting setengah melayang ataupun dalam posisi jongkok membantingnya, dan paling sempurna lima,”
Basri sudah pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) 5 tahun lalu.
Kini kesehariannya dihabiskan untuk mengajar anak-anak.
Bagi dia Gulat adalah pertandingan yang mengagumkan.
Terlebih saat berhasil mendapat Medali Emas pada pertandingan internasional, secara otomatis lagu kebangsaan Republik Indonesia akan digaungkan. Itu sebuah kebanggaan.(PB PON XXI 2024 SUMUT/Ahyuni)